Keanekaragaman budaya merupakan salah satu ciri khas dari negara Indonesia. Mulai dari Sabang sampai Merauke yang terbentang luas banyak terdapat suku yang memiliki budaya dengan ciri khasnya masing-masing, sehingga membedakan antara suku yang satu dengan suku yang lain. Akan tetapi perbedaan tersebut bukanlah menjadi suatu permasalahan yang dapat mejadikan kita terpecah belah. Yang membedakan suku yang satu dengan yang lain adalah adat istiadat,bahasa sehari-hari,pakaian dan masih banyak yang lain. Yang paling menonjol atau yang paling sering kita jumpai dari perbedaan tersebut adalah pakaiannya. Salah satu suku di Indonesia yaitu suku Tengger memiliki ciri khas masyarakatnya yang selalu memakai sarung baik itu laki-laki,perempuan,tua,muda bahkan remaja dan anak-anakpun juga memakainya.
Ya, memang benar sarung adalah pakaian yang mungkin tak bisa lepas dari masyakat tengger atau bahkan hukumnya wajib dan salah satu fungsi sarung yang sering di pakai oleh masyarakat tengger adalah untuk menutupi tubuh dalam bahasa tengger yaitu kekemul agar dapat mengurangi udara dingin pegunungan yang menususk tubuh kita.
Masyarakat tengger mempunyai banyak cara dalam menggunakan sarung sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu Jika digunakan untuk bekerja, maka sarung harus dikenakan dengan cara
dilipat dua, kemudian disampirkan ke pundak bagian belakang dan kedua
ujungnya diikat jadi satu. Cara tersebut dikenal dengan istilah Kekaweng
yaitu suatu cara yang dilakukan agar pengguna bisa bebas bergerak untuk
mengambil air atau pergi ke pasar. Namun jika pekerjaannya lebih berat
seperti ke ladang dan pekerjaan berat lainnya, sarung harus dikenakan
dengan cara sesembong yaitu dilingkarkan pada bagian pinggang kemudian
diikatkan seperti dodot (di atas perut dan di bawah dada) agar tidak
mudah terlepas. Berbeda halnya jika sarung digunakan untuk bertamu maka
penggunaan sarung harus lebih rapi yakni dipakai secara utuh hingga ke
bagian pinggang seperti pada umumnya atau dikenal dengan istilah
sempetan. Sementara itu, pada saat santai dan sekedar berjalan-jalan, mereka
menggunakan sarung dengan cara kekemul. Setelah disarungkan pada tubuh,
bagian atas dilipat untuk menutupi kedua bagian tangannya, kemudian
digantungkan di pundak. Agar terlihat rapi pada saat bepergian mereka menggunakan cara
sengkletan. Kain sarung cukup disampirkan pada pundak secara terlepas
atau bergantung menyilang pada dada. Cara lain yang sangat khas, yang sering dijumpai pada saat masyarakat
Tengger berkumpul di tempat - tempat upacara atau keramaian lainnya di
malam hari adalah cara kekodong. Dengan ikatan di bagian belakang kepala
kain sarung dikerudungkan sampai menutupi seluruh bagian kepala,
sehingga yang terlihat hanya mata saja.
dan yang terahir adalah Sampiran. Anak-anak muda Tengger pun memiliki cara bersarung tersendiri, yang
disebut sampiran. Kain sarung disampirkan di bagian atas punggung. Kedua
bagian lubangnya dimasukkan pada bagian ketiak dan disangga ke depan
oleh kedua tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar