2012-12-17

Sarung sebagai ciri khas pakaian masyarakat Tengger



Keanekaragaman budaya merupakan salah satu ciri khas dari negara Indonesia. Mulai dari Sabang sampai Merauke yang terbentang luas banyak terdapat suku yang memiliki budaya dengan ciri khasnya masing-masing, sehingga membedakan antara suku yang satu dengan suku yang lain. Akan tetapi perbedaan tersebut bukanlah menjadi suatu permasalahan yang dapat mejadikan kita terpecah belah. Yang membedakan suku yang satu dengan yang lain adalah adat istiadat,bahasa sehari-hari,pakaian dan masih banyak yang lain. Yang paling menonjol atau yang paling sering kita jumpai dari perbedaan tersebut adalah pakaiannya. Salah satu suku di Indonesia yaitu suku Tengger memiliki ciri khas masyarakatnya yang selalu memakai sarung baik itu laki-laki,perempuan,tua,muda bahkan remaja dan anak-anakpun juga memakainya.


 Ya, memang benar sarung adalah pakaian yang mungkin tak bisa lepas dari masyakat tengger atau bahkan hukumnya wajib dan salah satu fungsi sarung yang sering di pakai oleh masyarakat tengger adalah untuk menutupi tubuh dalam bahasa tengger yaitu kekemul agar dapat mengurangi udara dingin pegunungan yang menususk tubuh kita.


 Masyarakat tengger mempunyai banyak cara dalam menggunakan sarung sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu Jika digunakan untuk bekerja, maka sarung harus dikenakan dengan cara dilipat dua, kemudian disampirkan ke pundak bagian belakang dan kedua ujungnya diikat jadi satu. Cara tersebut dikenal dengan istilah Kekaweng yaitu suatu cara yang dilakukan agar pengguna bisa bebas bergerak untuk mengambil air atau pergi ke pasar. Namun jika pekerjaannya lebih berat seperti ke ladang dan pekerjaan berat lainnya, sarung harus dikenakan dengan cara sesembong yaitu dilingkarkan pada bagian pinggang kemudian diikatkan seperti dodot (di atas perut dan di bawah dada) agar tidak mudah terlepas. Berbeda halnya jika sarung digunakan untuk bertamu maka penggunaan sarung harus lebih rapi yakni dipakai secara utuh hingga ke bagian pinggang seperti pada umumnya atau dikenal dengan istilah sempetan. Sementara itu, pada saat santai dan sekedar berjalan-jalan, mereka menggunakan sarung dengan cara kekemul. Setelah disarungkan pada tubuh, bagian atas dilipat untuk menutupi kedua bagian tangannya, kemudian digantungkan di pundak. Agar terlihat rapi pada saat bepergian mereka menggunakan cara sengkletan. Kain sarung cukup disampirkan pada pundak secara terlepas atau bergantung menyilang pada dada. Cara lain yang sangat khas, yang sering dijumpai pada saat masyarakat Tengger berkumpul di tempat - tempat upacara atau keramaian lainnya di malam hari adalah cara kekodong. Dengan ikatan di bagian belakang kepala kain sarung dikerudungkan sampai menutupi seluruh bagian kepala, sehingga yang terlihat hanya mata saja.
 dan yang terahir adalah Sampiran. Anak-anak muda Tengger pun memiliki cara bersarung tersendiri, yang disebut sampiran. Kain sarung disampirkan di bagian atas punggung. Kedua bagian lubangnya dimasukkan pada bagian ketiak dan disangga ke depan oleh kedua tangannya.

2012-12-16

Upacara Pujan Mubeng di Desa Ngadiwono




Pujan mubeng adalah salah satu dari beberapa upacara adat yang ada dikawasan Bromo Tengger yang sampai saat ini masih tetap dilestarikan dan dilaksanakan.Upacara Pujan Mubeng dilaksanakan pada bulan kesembilan atau Panglong Kesanga, yakni pada hari kesembilan setelah purnama. Warga tengger baik tua,muda,besar,kecil berkeliling desa bersama dukun sambil memukul ketipung. Dukun di tengger dalam artian adalah dukun yang memiliki tugas dan wewenang untuk memimpin upacara agama, upacara adat dan sebagai juru penerang agama. jadi bukan seperti yang kita dengar dan kita lihat di televisi bahwa dukun adalah dukun santet atau yang lainnya. Mereka berjalan dari batas desa bagian timur lalu  mengelilingi empat penjuru desa.
 Upacara ini bertujuan untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana. Perjalana keliling desa tersebut diakhiri dengan makan bersama semua warga yang mengikuti upacara ini di rumah dukun. Makanan yang dihidangkan berasal dari sumbangan warga desa setempat.




























2012-12-15

About Ngadiwono Village

Apa yang ada di pikiran anda ketika mendengar nama Gunung Bromo???yang pasti jawabannya udaranya dingin atau bahkan sangat dingin,selain itu juga keindahan panorama gunung ini sehingga menjdai salah satu dari beberapa gunung tercantik di dunia. Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini masuk atau terbagi dalam empat wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Probolinggo,Kabupaten Malang,Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan.Hal yang membuat wisatawan baik dari dalam maupun luar negri ketagihan mengunjungi tempat wisata ini adalah udaranya yang sejuk dan masih alami yang merupakan ciri khas pedesaan. Hampir semua desa yang terletak di wilayah pegunungan mempunyai udara yang sangat dingin dan salah satunya adalah Desa Ngadiwono. Desa Ngadiwono yang terletak di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan ini memiliki jarak kurang lebih 15 km dari gunung bromo sehingga udara dingin khas gunung bromo dapat anda rasakan di tempat ini. Suasana nyaman juga dapat anda rasakan disini dan juga ramahnya sapaan dari penduduk desa yang akan membuat anda jadi betah untuk berlama-lama disini. Banyak hal yang  disuguhkan dari Desa Wisata Ngadiwono ini seperti budaya asli Tengger sebagai contoh upacara Hari Raya Karo, Upacara Entas-entas, Upacara Unan-unan dan juga Tari Sodor yang biasanya di tampilkan ketika pembukaan dan penutupan hari raya karo dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain itu anda juga dapat melihat dan bahkan bisa ikut langsung dalam aktivitas sehari-hari penduduk desa yakni bertani sayur mayur karena mayoritas masyarakat di desa ini bekerja di sektor pertania. Jadi jangan lupa mampir di Desa Wisata Ngadiwono ya buat wisatawan yang ingin berlibur ke Gunung Bromo.